Melihat perbedaan desa dan kota, mungkin kita sudah biasa. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menciptakan kedua daerah ini agar saling melengkapi dan bersinergi. Tetapi, hal yang paling sulit adalah mencoba berkolaborasi antara kota dan daerah slum areanya. Slum area merupakan darah di perkotaan yang dilabeli sebagai tempat penyakit. Sebenarnya, apakah yang menjadi akar masalah daerah slum area di perkotaan? Mengapa mereka sulit untuk dikolaborasikan dengan perkembangan kota?
Permasalahan masyrakat slum adalah mereka mempunyai budaya sendiri yang berbeda dengan masyrakat kota. Sebagai contoh, masyarakat slum yang biasanya adalah masyarakat pendatang biasanya menempati daerah illegal, sehingga proses hidupnya seperti menumpang pada kota. Budaya slum yang ingin menjadi orang kota biasanya menimbulkan perilaku mimicry. Istilah ini memang istilah biologi yang diambil menjadi istilah sosial. Sebagai contoh, budaya berbahasa gaul, budaya konsumerisme, dan mungkin juga budaya ngopi di pinggir jalan sambil meminum kopi murah. Di beberapa slum area yang sifatnya kumuh, budaya mencontoh dan menumpang di kota digambungkan dengan budaya di tempat asal menimbulkan budaya baru seperti budaya sub ordinat. Dari sinilah akhirnya muncul ketidaksadaran bagaimana kota memang memperlakukan masyarakat slum area menjadi sub ordinat. Contoh, proses pembuatan sekolah yang seadanya, pencatatan indentitas warga yang penuh pungli, penataan listrik yang kacau, dan banyak hal lagi. Apabila dipertanyakan tentang hak warga mendapatkan fasilitas untuk hidup, tentu saja pihak aparat biasanya mengatakan bahwa dari awalnya slum area merupakan daerah ilegal untuk ditinggali. Dengan munculnya stigma itu, maka kejadian berikutnya tentu saja mudah ditebak, pungli muncul dimana-mana. Apabila ada tempat yang dikategorikan ilegal biasanya akan muncul korupsi kecil-kecilan agar tempat itu menjadi tampak legal. Kesimpulannya adalah hubungan desa dan kota itu bisa dibuat menjadi hubungan sejajar, sedangkan hubungan antara kota dan slum area adalah hubungan yang kuat dan yang lemah. Dengan banyaknya korupsi oleh aparat untuk melegalkan ketidaklegalan di slum area, maka saat itu sudah dapat dipastikan slum area sulit untuk ditata. Menata slum area berarti menghilangkan pendapatan aparat yang korup.