CSR

Di negara ini, selama kita pernah bersekolah, pasti kita pernah mendengar kalimat, “Indonesia ini alamnya kaya.” Tetapi pertanyaan besarnya mengapa penduduknya miskin?

Indonesia memiliki tingkat perkapita ke 102 di dunia dan tingkat kelima terendah di asean. Tinggal di alam kaya tetapi miskin itu ironis. Sama seperti tinggal di negara yang subur tetapi harga air mahal. Tinggal di negara yang indah tetapi warganya untuk berwisata ke dalam negeri saja susah.

Apa yang salah sebenarnya? Salah satu masalahnya adalah bagaimana sih akses dan distribusi sumber daya alam kepada warganya. Contoh yang paling sering diungkit di indonesia adalah Freeport yang merusak alam dan menimbulkan konflik.
Sebenarnya eksploitasi sumber daya alam dengan konflik lokal sering kali terjadi, bahkan bisa dibilang selalu. Bagi beberapa negara di barat, mereka menemukan cara untuk mereduksi masalah ini. Konsep ini namanya CSR. CSR dalam teori komunitas berguna untuk mereduksi konflik yang asal mulanya berasal dari exploitasi alam. Apakah ini uang pelicin? Pastinya bukan. Ini merupakan uang yang digunakan unuk menanggulangi masalah yang muncul. Anggap saja seperti ini, ketika pembentukan tambang di suatu negara, transportasi beratnya menimbulkan guncangan pada tanah sehingga rumah-rumah yang dilalui bisa berpotensi retak. Tentu saja si pemilik tambang harus membuat jalan yang sanggat kuat di lingkungan itu. Ketika perusahaan tambang ingin mendapatkan dukungan dari warga sekitar, biasanya mereka merekrut warga sekitar untuk menjadi pegawainya. Tetapi, untuk menjadi pegawai ini tentu tidaklah mudah. Para pegawai itu harus mendapatkan pendidikan yang tepat agar mampu bekerja dengan aman dan profesional. Membangun dunia pendidikan di sekitar tambang, membangun perumahan yang layak agar masyarakat tidak tergangggu dengan aktifitas tambang, hingga memberikan jaminan bagi lingkungan agar bisa tumbuh dan kembang secara baik. Bagaimanapun, kekayaan alam harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Mengelolanya tentu saja tidak boleh mengganggu kondisi masyarakat setempat.

Tetapi konsep CSR untuk mengurangi konflik ini akhirnya berkembang dalam prakteknya. Di dunia ini banyak perusahaan yang tidak menggunakan CSR untuk kepentingan konflilknya. Menurut logika, seharusnya tambang digunakan untuk mengatasi konflik tambang, perusahaan rokok membantu membuat hutan dan rumah sakit untuk paru, Bank memberikan CSR nya ntuk membantu UMKM, dan lainnya. Hal itu memang terkait dengan permasalahan yang munucul akibat tumbuhnya perusahaan itu. Bank biasanya membuat perusahaann menjadi besar dan akhirnya perusahaan baru atau UMKM sulit bersaing dengan perusahaan besar. Rokok membuat banyak masalah paru dan lingkungan si perokok menjadi tidak sehat. Dengan banyaknya penyuluhan agar merokok di tempat yang benar dan didirikannya spot utuk merokok oleh perusahaan rokok, tentu saja hal ini membuat kondisi lebih baik.

Kembali kepada sumber daya alam. Bayangkn apabila CSR memang bisa ditujukan untuk membuat lingkungan yang memiliki potensi konflik akibat ketidaknymanan dan ketidakmerataan pembangunan menjadi lebih baik. Adanya kesempatan untuk memberkan masyrakat akses atas sumber daya alamnya baik dalm bentuk penarikan pegawai dari lingkungan sekitar atau berdasarkan pembagian keuntungan pada lingkungan agar mmpu membangun lingkungan yang baik tentu saja menjaddi salah satu cara diantara banyaknya solusi lain untuk aagar masyarakat mendapatkan akses untuk natural resourcenya, minimal semua kehadiran pelaku eksploitasi tambang memberikan manfaat besar bagi lingkungannya. Pertanyaan sekarang, CSR di Indonesia besarannya 2-3 % dari laba. Apakah ini cukup?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tulisan Terbaru

Kategori

Tentang Budiman

UU Desa

Podcast Pilihan

Kutipan

Pemikiran

Desa dan SDA

Budaya dan Aktivisme

Ekonomi

Teknologi

Jejaring

© 2024 Tim Budiman Sudjatmiko