Havard Business Review pernah menulis tentang masalah teknologi. Yang dijadikan sample adalah Samsung. Tetapi, hal ini pun yang terjadi di apple. Di saat itu, banyak orang amerika protes mengapa harga gadget dan produk-produk teknologi di Amerika sangat mahal. Memang, teknologi canggih yang muncul di amerika adalah teknologi yang didanai oleh militer Amerika.
Dana besar yang kurang lebih sekitar 10 ribu trilyun rupiah bagi militer Amerika banyak digunakan untuk riset-riset di universitar-universitas besar. Jurnal yang muncul pun banyak didanai oleh anggaran militer. Tidak mungkin ada suatu perusahaan mampu menciptakan chip, layar, dan software untuk dirangkai menjadi sebuah alat canggih yang bernama cell phone. Semua itu basicnya adalah teknologi yang dibangun dan dibayar oleh militer yang diambil oleh pihak industri. Sehingga, para pembayar pajak merasa bahwa seharusnya harga gadget itu tidak semahal sekarang, toh sebenarnya teknologi itu juga berasal dari uang mereka.
Yang menarik tidak sampai di sana. Ternyata samsung dan kawan-kawan hanya mengeluarkan teknologi 35 tahun lalu untuk sekarang. Sehingga, dalam divisi riset perusahaan itu ada beberapa yang mengurusi teknologi lima tahun mendatang, sepuluh tahun, hingga akhirnya tiga puluh lima tahun mendatang. Tentu saja ini seharusnya membuka mata para para teknokrat kita untuk mengejar ketertinggalan negara ini yang bisa dipastikan lebih dari tiga puluh lima tahun dibandingkan negara maju. Hampir satu generasi kita ketingalan dibandingkan negara maju. Strategi apa yang paling jitu untuk mengejar ketertinggalan ini? Tidak ada cara lain, kita tidak bisa head to head mengejarnya. Kita harus mengambil dan mencuri teknologi itu melalui kerja sama, kirim pelajar, hingga jika perlu mengirimkan orang- orang yang bisa diterima bekerja ke dalam teknologi mereka. Mungkin benar kata steve jobs, menjadi perompak teknologi adalah jalan terbaik untuk menguasai teknologi itu sendiri. Mungkin sebaiknya kita berpikir untuk memulai merampok teknologi dari negara lain.