Dunia Dengan Teknologi Semi Konduktor

Mungkin kita pernah mendengar di jaman dahulu ada istilah apabila kita ingin berkuasa maka jadilah tentara. Hal ini bisa dibenarkan, karena salah satu alasannya keamanan di dunia ini di bawah kendali militer. Negara mana yang ingin berkuasa, maka militernya harus kuat. Siapa yang ingin berkuasa maka seharusnya menjadi tentara. Dahulu, kekuatan terbesar dalam militer adalah personilnya.

Di jaman modern, ketika ilmu pengetahuan semakin berkembang, maka muncul lah banyak ilmuwan menjadi penguasa dunia. Einstein atau Oppenheimer adalah salah satu nama yang menjadi ukuran bagaimana ilmuwan sebuah negara ditakuti oleh negara lainnya. Mereka ditakuti karena kemampuannya mencetak karya yang bisa membuat sebuah negara menjadi adidaya.

Dunia saat ini sudah berubah, negara yang kuat bukan negara yang memiliki jumlah personil militer yang banyak. Persaingan dominasi semikonduktor menjadi sangat penting karena pemenang dominasi semikonduktor akan menjadi salah satu negara yang sangat ditakuti.

Di awal kebangkitan Sony di dunia, Akio Morita sang pendiri Sony menjadi orang yang rajin menawarkan teknologi semi konduktor ke seluruh dunia. Prancis hingga Amerika menjadi negara yang didekati Akio agar mereka mau menggunakan dan mengembangkan semikonduktor. Banyak negara yang tidak tertarik untuk mengembangkan teknologi semikonduktor kala itu. Salah satu negara yang membenci semikonduktor adalah China.

Bagi China, kemajuan teknologi digital dikuatirkan akan mengganggu eksistensi sosialisme. Dengan majunya teknologi, manusia bisa menjadi powerful. Dengan majunya teknologi maka negara tidak bisa membatasi informasi dan akhirnya dunia perbankan akan bebas melakukan kegiatannya berdasarkan siapa yang berkuasa atas teknologi. Mao Zedong adalah salah satu pemimpin yang menolak keras teknologi semikonduktor di China.

Keadaaan ini tidak berlangsung lama. Ketika terjadi perang teluk, semua terkagum-kagum, karena hanya dalam waktu sekitar sebulan perang usai. Perbedaan negara yang berkonflik hanyalah masalah semikonduktor. Amerika membuktikan diri sebagai negara penguasa semikonduktor di dunia dengan memenangkan perang teluk hanya sebulan. Arah misil, penentuan titik serang, pengerahan pasukan, dan semua teknik pertempuran lainnya menggunakan digital, dimana semikonduktor menjadi otak di dalamnya. Tidak pernah terbayangkan ada sebuah perang yang selesai sangat cepat hanya karena Amerika menjadi raja di suatu bidang.

Perang teluk membuka mata sosialis, komunis, dan semua negara yang tadinya memunggungi semikonduktor menjadi berlomba meningkatkan pengetahuan dalam semikonduktor. Tetapi, masalah berikutnya muncul, sebagai negara komunis China memiliki larangan untuk tidak mengijinkan ilmuwan disebutkan namanya satu persatu. Semua yang bekerja untuk negara hanyalah bagian kecil dari peran bersama. Hal ini berbeda dengan Amerika yang menyebutkan nama para ilmuwan dan universitasnya yang memperkuat teknologi mereka. Hal ini tentunya menjadi sebuah kebanggaan dan pemacu iilmuwan untuk lebih berkompetisi.

Negara yang kurang beruntung pada pengembangan semi konduktor adalah Jepang.
Ketika dahulu Morita menawarkan pengembangan industri semikonduktor ke banyak negara, Sony merupakan perusahaan elektronik terbesar. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jepang akibat teknologinya adalah yang terbesar di dunia. Sayang, kini teknologi Jepang tidak sebesar dahulu lagi. Ada dua hal yang mengakibatkan Jepang runtuh dalam pertempuran dunia digital. Pertama, Jepang tidak mau mengeksplore micro processor. Sony sebagai perusahaan besar, Sony telat untuk masuk ke dalam dunia komputer dan telekomunikasi atau biasa disebut smart phone. Di Jepang pun akhirnya terjadi perubahan dimana Toshiba menjadi pemain utama dalam dunia semi konduktor. Mereka mampu mengejar ketetinggalannya dari Sony. Sony berkutat dengan walkman dan sejenisnya, dimana secara gaya hidup dan manfaat tentu sangat besar di jamannya. Tetapi, hal ini malah berdampak pada ketetinggalannya pada teknologi semikonduktor terutama micro processor. Masalah Jepang yang kedua adalah kebijakan dumping. Jepang menjual lebih murah produknya di luar negeri dibandingkan di dalam negeri. Hal ini tentu membuat dunia merasa terancam dan menuduh Jepang ingin mengembangkan teknologi yang penting dengan cara curang. Amerika adalah salah satu negara yang mengecam cara Jepang ini. Akhirnya, Jepang tidak bisa berrsaing dengan negara seperti Taiwan yang mampu menjual semikonduktor lebih baik dibandingkan Jepang

Kini, Taiwan, China, Singapore, dan beberapa negara asia mulai mengembangkan teknologi semi konduktor. Amerika walaupun masih pengguna semi konduktor terbesar tetap saja merasa kuatir. Bagaimanapun pabrik semi konduktor terbesar di dunia adalah Taiwan Semicondutor Manufacturing Company (TSMC) pabrik yang dengan mudah dicampurtangani oleh pemerintah Taiwan. Komunis dan sosialis mulai bisa membaca teknologi amerika dan sekutunya karena desain teknologi mereka dimiliki oleh pabrik semikonduktor di negara mereka. Amerika dan Eropa pun sedang berproses untuk bekerja sama memiliki pabrik semikonduktor yang bebas dari tekanan negara lain.

Bagaimanapun, dunia kini membutukan teknologi. Kita sudah tidak lagi melihat sosok. Militer bukanlah personil yang lalu lalang di medan tempur. Perang kini didominasi oleh adu teknologi dan strategi. Mungkin kini kita bisa bermimpi, negara mana yang memiliki akses besar pada semi konduktor, maka negara itu menjadi negara adidaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tulisan Terbaru

Kategori

Tentang Budiman

UU Desa

Podcast Pilihan

Kutipan

Pemikiran

Desa dan SDA

Budaya dan Aktivisme

Ekonomi

Teknologi

Jejaring

© 2024 Tim Budiman Sudjatmiko