Kampanye Beraugmentasi Teknologi

Teknologi selalu berpengaruh pada cara berkampanye. Dahulu, kita terbiasa berkampanye secara offline. Ketika jaman mulai modern, kampanye offline bisa diamplifikasi melalui televisi. Setelah jaman pasca modern, kampanye digital menjadi pilihan. Hal ini dikarenakan jumlah pengguna telepon pintar di Indonesia hampir 65% dari total penduduk Indonesia. Smartphone mampu membawa ruang publik masuk ke dalam ruang privat. Kita bisa melihat kampanye atau dialog politik dari dalam kamar dan mengomentarinya langsung di kolom komen. Kita bisa bertengkar tentang politik dengan istri kita atau anak kita di meja makan.

Dari sini memang ada perluasan tentang definisi ruang publik. Kampanye politik bisa dilakukan 24 jam dengan konten yang masif. Selain itu, konten-konten itu bisa dengan mudah terpersonifikasi dengan kita. Contohnya, ketika harga pangan naik, kita bisa langsung merasa kan itu di meja makan. Ketika masalah transportasi publik buruk, kita bisa langsung ingat karena setiap hari menggunakan transportasi publik. Semua kegiatan kita setiap hari bisa diberikan backsound politik. Anda tidak perlu pergi ke lapangan luas untuk menghayati apa yang diomongkan juru kampanye. Anda cukup mendengarkan mereka mengomentari semua hidup kita dari dalam sosmed.

Mungkin benar, memang sulit membedakan ruang publik dan privat di masa digital. Tetapi, menurut Habermas ada satu kunci yang membedakan ruang publik dan ruang privat. Di ruang publik, semua harus berdiri sama tinggi dan harus bisa mengakses sama mudahnya. Ketika ada kekuasaan yang masuk, seperti sensor dalam dunia politik, dominasi satu kekuasaan, dan lain sebagainya, tempat itu tidak dianggap sebagai public space.

Tampaknya memang kampanye itu menjadi lebih efektif secara online. Kita bisa belajar bahwa kemampuan Donald Trump untuk tampil lebih natural di sosial media ternyata berdampak besar pada preferensi pemilihnya dibandingkan Hillary Clinton yang tampil dengan make up di social media. Tidak mungkin kehidupan privat sang capres bisa masuk dengan mudah tanpa bantuan sosmed yang membuat kita langsung mempersonifikasi otentisitas Trump sebagai manusia biasa dengan kita. Social media memang mendesain kita untuk terhubung dengan dengan siapa saja. Sosmed membuat ruang publik kita menjadi luas dan ruang privat kita menjadi sempit. Tetapi, regulasi pemerintah dan perusahaan digital menjadi kunci penting tentang definisi ruang publik.

Seharusnya yang kita harus pikirkan saat ini adalah aturan kampanye di sosial media. Karena, membanjiri ruang privat dengan konten politik bisa membuat seseorang over informasi yang akhirnya jadi tidak bisa berpikir objektif. Bayangkan bisa satu partai bisa membanjiri seluruh ponsel pemilih jauh daripada capres lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tulisan Terbaru

Kategori

Tentang Budiman

UU Desa

Podcast Pilihan

Kutipan

Pemikiran

Desa dan SDA

Budaya dan Aktivisme

Ekonomi

Teknologi

Jejaring

© 2024 Tim Budiman Sudjatmiko