Generasi Muda, Pengambil Keputusan

Di masa depan, generasi muda sekarang akan menjadi pengambil keputusan. Keputusan-keputusan kecil ini tentu nantinya akan mendorong sebuah policy besar, dimana kita akan merasakan bentuk negara yang seharusnya akan membuat semua orang merasa hidup dengan layak.

Negara yang baik sepertinya harus memiliki satu ukuran yang penting, negara harus membuat rakyatnya makmur dan cerdas. Tanpa kedua hal itu, lalu apa fungsi negara?

Tanpa kedua hal tersebut apa kita akan menjadi negara kuat yang warganya terikat saling membantu dan menjaga?
Mungkin kesejahteraan bisa membuat pendapat Ben Anderson tentang community imaginer sedikit lebih jelas bahwa komunitas akan dinikmati sebagai kondisi yang baik dimana semua pemuda bisa merasakan kesejahteraan dan kedekatan secara fisik.

Kita bisa selalu mendefinisikan sebuah negara dengan baik apabila kondisi negara itu memang sudah terlepas dari permasalahan dasar, seperti kesejahteraan, HAM yang dilindungi, hingga akses untuk berkembang secara adil. Dengan terpenuhiya semua itu, maka tentu ikatan kita sebagai bangsa dan negara menjadi lebih kuat. Semua akan secara serius mempertahankan negeri yang terlah memanusiakan manusia.

Dalam banyak kemungkinan, banyak negara menjadi gagal tumbuh karena mereka mulai membiarkan otoritarianisme muncul. Beberapa siklus kekuaaan tidak berjalan dengan lancar. Dengan semakin otoriternya sebuah negara, maka sumber daya akan dikuasai oleh sedikit orang. Dengan tidak meratanya kesejahteraan, sebuah negara terancam tidak akan berjallan dengan benar.

Bagaimanapun, ketidakadillan tidak akan menghasilkan sebuah negara yang baik. Otoriter mengakibatkan sebuah negara menjadi gagal atau negara tersebut harus mengalami revolusi.
Sebenarnya penjelasan di atas alah penjelasan yang muncul dari sebuah buku yang berjudul Why Nations Fail.

Tetapi, dalam buku berikutnya oleh penulis yang berbeda ada penjelasan yang sedikit berlawanan. Apakah benar otoriter mengkibatkan ketidaksejahteraan? Sebuah buku yang berjudul Prosperity Without Growth menampilkan bagaimana beberapa negara yang otoriter mempunyai kesejahteraan. Tetapi, kesejahteraan di sini memang tidak terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Misalkan saja, bagaimana Cuba memiliki jaminan kesehatan yang baik, bahkan salah satu yang terbaik di dunia. Dunia otoriter di Kuba memang tidak membuat ekonomi di negara itu mengalami peningkatan pesat. Di Cuba segalanya mengalami pertumbuhan yang sangat dikontrol oleh negara. Tetapi, dengan otoriternya pemerintah Kuba, mereka bisa memiliki tujuan pembangunan negara yang jelas dan terprioritas. Ambil saja kesehatan, perumahan, dan lainnya. Walaupun ekonomi tumbuh perlahan, tetapi hidup warganya cenderung lebih aman.

Apakah di masa depan Indonesia lebih baik memiliki pemimpin yang keras, otoriter, atau lembut? Hal apa yang harus dipelajari anak muda agar bisa membuat Indonesia kompetitif? Industry seperti apa yang akan banyak diminati anak muda?

IQ rata-rata manusia Indonesia 78, jauh di bawah negara maju dan ini nyaris bisa dibilang hampir mayoritas Indonesia nyaris sebentar lagi idiot. Bagaimana cara kita merubah masalah seperti ini?

Apabila negara ini sudah sedemikian pelik masalahnya, apakah generasi mendatang yang memiliki gap tinggi akan lebih mudah mencintai budaya barat dan menjadi kebarat-baratan agar tidak disamakan dengan warga negara yang menurutnya jauh di bawanya secara intelektual dan perilaku?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tulisan Terbaru

Kategori

Tentang Budiman

UU Desa

Podcast Pilihan

Kutipan

Pemikiran

Desa dan SDA

Budaya dan Aktivisme

Ekonomi

Teknologi

Jejaring

© 2024 Tim Budiman Sudjatmiko