Politik Identitas

Politik identitas di negeri ini memang sulit untuk dihilangkan. Bagaimanapun juga, kita mestinya sadar bahwa Islam dan Jawa adalah mayoritas di Indonesia. Pemimpin kita pun seringkali berasal dari kedua identitas tersebut. Tidak ada presiden kita yang dipilih langsung oleh rakyat yang berasal dari agama Kristen atau Buddha. Tidak ada dalam pemilu langsung masyarakat memilih orang yang berasal dari luar Jawa menjadi presiden.

Dalam politik identitas, satu masyarakat akan mencoba menggunakan identitas sebagai preferensi memilih agar kekuasaan tidak jatuh di luar identitasnya. Menurut sebagian orang, hal ini memang benar. Ketika kita hendak mempercayai satu perkara seperti masalah agama dan aktivitas sosialnya, tentu kita akan lebih mudah mempercayai hal ini kepada orang yang segolongan dengan kita. Banyak para ahli yang mengatakan bahwa kalau berpolitik memang harus beridentitas. Tetapi, hal ini juga mempunyai suatu masalah besar.

Dengan politik identitas, orang yang di luar identitas mayoritas akan semakin sulit untuk menjadi pemimpin. Perputaran elit akan berada di identitas itu-itu saja. Untuk mengeliminasi ini, kemungkinan ada dua cara yang bisa dicoba. Pertama, kita melakukan profesionalisasi di segala bidang, sehingga faktor merit menjadi hal yang utama apabila hendak menjadi pemimpin. Kedua, negara mengurangi perannya untuk mengurusi hal yang bersifat pribadi, seperti seks, agama, dan lain sebagainya. Karena ketika jabatan dan pemimpin tidak berdasarkan keahlian dan negara masih masuk ke dalam ranah yang sangat privat, maka pikiran kita hanya semudah, “Lebih percaya orang yang golongannya sama. Minimal dia tahu bagaimana golongan dari kita berpikir.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tulisan Terbaru

Kategori

Tentang Budiman

UU Desa

Podcast Pilihan

Kutipan

Pemikiran

Desa dan SDA

Budaya dan Aktivisme

Ekonomi

Teknologi

Jejaring

© 2024 Tim Budiman Sudjatmiko